Kerbau rawa merupakan salah satu plasma nutfah Kalimantan Selatan yang ditetapkan sebagai kekayaan sumber daya genetik ternak lokal menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2844/Kpts/LB.430/8/2012. Disisi lain ternak ini berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi peternakan. Sebab dapat digunakan sebagai ternak pedaging dan susu, tabungan hidup peternak, pupuk dan bahan baku industri dari limbah kotoran yang dihasilkan, serta sebagai tenaga kerja pembantu petani. Keunggulan kerbau rawa adalah mudah dipelihara dan mudah beradaptasi meski dengan pemberian pakan kualitas rendah.
Agroekosistem Kalimantan Selatan sangat sesuai untuk pengembangan ternak kerbau rawa karena memiliki luas lahan rawa sebesar 70.842,43 Ha. Khususnya Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berada pada daerah kawasan rawa, sehingga memiliki potensi besar untuk pengembangan usaha ternak tersebut. Namun faktanya perkembangan populasi dan produksi ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan mulai tahun 2010-2020 justru mengalami penurunan sebesar 45,22%.
Kondisi itu berdampak pada keberlanjutan pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. Sehingga diperlukan riset untuk menganalisis tingkat keberlanjutan usaha, identifikasi faktor kunci penentu keberlanjutan usaha, serta perumusan kebijakan dan skenario model pengembangan usaha ternak Kerbau rawa yang berkelanjutan di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pendapat itu dikemukakan dosen Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan Universitas Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, Neni Widaningsih, S.Pt.,M.P. Dia melakukan penelitian yang mengkaji enam faktor keberlanjutan pada pengembangan usaha ternak kerbau rawa. Diantaranya dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial dan budaya, dimensi teknologi dan infrastruktur, dimensi hukum dan kelembagaan, serta dimensi sistem informasi.
“Faktor-faktor itu dapat menjelaskan secara komprehensif dan dihasilkan model keberlanjutan usaha ternak kerbau rawa yang sesuai di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara.” ujar Neni
Berdasarkan hasil penelitian, faktor kunci yang menentukan keberlanjutan usaha ternak kerbau rawa di Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu kualitas kalang, ketersediaan tempat pembuangan akhir, jarak lokasi usaha, keuntungan, skala jumlah ternak yang dijual/tahun, ketersediaan pasar produk olahan, peran masyarakat, frekuensi penyuluhan, potensi konflik, lembaga penyuluhan, regulasi zonasi padang penggembalaan, kelembagaan output, teknologi pengelolaan limbah, ketersediaan sarana dan prasarana, teknologi pengolahan hasil, pengetahuan internet, transaksi digital dan ketersediaan sistem informasi pemasaran.
“Berdasarkan hasil penelitian ini maka saya berharap pemerintah selaku pemangku kebijakan dapat memberikan perhatian khusus untuk pengembangan usaha ternak kerbau rawa ini. Sedangkan skenario model utama yang dapat diimplementasikan adalah ketersediaan sarana prasarana, pengetahuan internet, frekuensi penyuluhan, pengetahuan transaksi digital, dan teknologi pengelolaan limbah.” pungkasnya
Neni tercatat sebagai mahasiswa Program Doktor Ilmu Ternak di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB). Penelitian tentang kerbau rawa itu telah diujikan dalam ujian terbuka disertasi untuk memperoleh gelar Doktor (Dr.), Jumat (6/1/2023). (dta)